Rabu, 21 Juli 2010

Senandung hujan


Hujan masih saja turun merajam semesta, titik-titiknya terus saja melubangi tanah yang kepayahan. Merinai dihelai helai malam. Gemerintiknya laksana nyayian sendu membahana menjelma airmata, dalam senandungku yang dibungkus kehampaan. Senandungku melarut dalam hujan, semakin dalam menikam angkasa kelam. Senyum hampaku tengadah, mencoba membaca kelam yang menenggelamkan bintang-bintang.

Ketika ini malam melindas ketabahan, pijak yg kukokohkan. Dalam pilar-pilar keyakinan, yang ku ingin tak luruh dalam hujan yang terus menghujam.

Wahai...layakkah tertawa gembira meski luka terus tempeli, tapi hanya itu yang bisa kulakukan, kesedihan tak jua melarut dalam hujan.. dan kesedihan yang kau luapkan semakin memaksaku tertunduk membaca kelam. Sembari menyusun kalimat-kalimat teduhan, di tengah gejolak hati yang kuasa tahankan riak kesedihan yang menghujam laksana hujan.

Sementara hujan terus saja merintik senandungkan lagu kesedihan, menalu hati yang juga tak mampu merangkai kata, hanya senandung diam di ujung kata. Maaf.,
ternyata akulah kesedihanmu.,yang menjarah bahagia di wajahmu, cintamu yang tak bersyarat, dari engkau terjaga sampai lelap sekejap menyapa. Dan aku si adik kecilmu, yang selalu tersenyum menyanding luka, dan engkaulah kakakku yang selalu merasa tak berguna, atas gerit-gerit waktu yang terus menua dan engkau tak bisa berbuat apa. Dan aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Karena memang kita tidak bisa berbuat apa-apa dalam genggaman ketidakberdayaan, atas kemahaanNya.

Dan disela hujan yang terus merintik, kusenandungkan terima kasih untuk cinta, dan malam ini tak harus melindas kesabaran dan ketabahan kita...karena tidaklah Allah menetapkan suatu ketentuan bagi kita, melainkan itu kebaikan untuk kita...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar