Jumat, 31 Desember 2010

Catatan Akhir Tahun


Melewati jalan Jend. Sudirman hari ini , Gempita tahun baru mulai menyambut. Di kiri kanan jalan terompet dan pernak-pernik tahun baru mulai berjejer. Tak ketinggalan pedagang jagung bakar mulai menata meja, tak seperti hari-hari biasanya, hari ini areanya meluas sampai ke depan SOHO. Sudah dapat dibayangkan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, jalan utama Pekanbaru ini akan macet total, hingar bingar terompet memecah malam pergantian tahun, sebagian besar warga kota yang tidak merayakan tahun baru ke luar kota Pekanbaru akan keluar ke jalanan, merayap memadati sepanjang jalan Sudirman menuju purna MTQ dimana puncak acara pergantian tahun digelar. Pesta kembang api yang memecah angkasa, menandai datangnya tahun baru 2011 diiring sorak sorai dan pekikan riuh rendah. Gegap gempita. Tumpah ruah dalam kegembiraan. Entah gembira untuk apa,.

Tak hirau dengan jumawanya hari ini, menanti detik-detik pergantian tahun. Aku melintasi jalan Sudirman dengan sedikit gamang. Meski sebelum-sebelumnya aku sangat menikmati jika melintas di jalan ini, ada banyak nyanyian kuselesaikan ketika melewati jalan ini, ada banyak cerita tersimpan dan mengapung kembali tatkala kulewati kembali setiap inchi yang kulewati. Di jalanan ini juga aku terdiam memaknai pertemuan kita yang sekejab dan kelebat waktu yang singgah menyempatkan kita melewati jalan ini bersama sekaligus menggiring perpisahan kita tatkala ku antar engkau ke bandara. Sering kuhabiskan waktu berlama-lama melewati jalan ini, menikmati setiap sudutnya, pohon-pohonnya dan langit yang menaunginya. Tapi kali ini entah mengapa, jalan ini terasa lebih panjang dari sebelumnya. Apakah karena aku kehilangan ingat untuk menikmatinya, aku rasa bukan. Tapi lebih kepada ketakutan bahwa jalanan ini akan melemparkan tubuhku yang sempoyongan dimana aku tidak bisa lagi melintasinya dan menyanyikan lagu-lagu kesukaanku ketika sedang melintasinya. Itulah sebabnya kenapa aku gamang.

Di tengah kesibukan orang-orang yang melintas aku memacu motorku dengan pelan, mengimbangi kepala yang terus berdenyut, mata yang mulai panas. Memaksakan diri, sebenarnya bukan. Terpaksa atau tidak aku hanya ditempatkan pada keadaan ini dimana aku harus menempuh jarak sejauh ini sendiri dalam kondisi yang memang tak layak untuk keluar kantor untuk sebuah urusan yang harus kutunaikan hari ini, inilah satu-satunya pilihan. Tanggung-jawab mungkin begitu. Tapi terkadang tanggung jawab itu datang pada waktu yang tidak tepat. Saat kondisi sakit seperti ini, aku tidak bisa menghindar dari sebuah tanggung jawab untuk menyiapkan laporan akhir tahun, tugas-tugas yang tak bisa kuwakilkan. Atau barangkali sakit ini yang tidak tau diri, datang pada waktu yang tidak tepat. Atau barangkali akulah yang salah. Bukankah si sakit ini datang kepadaku untuk memberi pengkabaran, bahwa tubuh yang kugunakan ini sering aku lalaikan.

Dan jika aku mau sedikit bijak, sebenarnya si sakit ini tidak datang dengan tiba-tiba, tapi jauh sebelumnya ia telah memberi sinyal kepadaku untuk menjagai istirahatku. Tubuh yang lemas, flu yang mulai mendera tetap kuabaikan. Tetap kujalani hari yang padat, tanpa kompromi. Bahkan meski beberapa hari sebelumnya aku terpaksa istirahat di rumah, tetap tidak kumanjakan ia dengan tidur secukupnya. Tetap kubiarkan pikiranku tersita oleh pekerjaan, telepon genggam yang terus berdering, yang terkadang baru saja mataku mulai beranjak untuk terkatup. Si telepon genggam itu kembali berdering mengabarkan urusan-urusan yang memang seharusnya aku yang menyelesaikan. Dan ketika kalender yang menandai hari semakin berkurang, memaksaku bangkit untuk sesuatu yang dibilang orang tanggung jawab. Hari ini, akhir tahun. semua harus kutuntaskan. Suka maupun tidak suka. Inilah konsekuensi sebuah pekerjaan. Dan ketika akhirnya ia ambruk masih saja aku menyempatkan diri untuk menyelesaikan segala sesuatu hal yang memang harus kuselesaikan. Bahkan disaat semuanya terselesaikan tetap saja kusempatkan untuk menulis catatan sepele ini, di tengah hingar mercun yang mulai diledakkan, dan riuh rendah suara kemacetan di kejauhan, sebentar lagi sorak sorai pesta kembang api segera berkumandang, keriuhan perayaan pergantian tahun yang memang tidak pernah kusuka. Aku lebih memilih disini, memainkan jemari yang mulai melemah, mata yang mulai tak jelas melihat, dan tubuh yang kupaksa berjaga menahan kepala yang mulai berat untuk menyelesaikan tulisan remeh temeh ini, untuk sekedar melengkapi catatan akhir tahun, yang mungkin suatu hari kelak akan kuulang ulang membacanya. Perjuangan akhir tahun.

Pku, 31/12/10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar