Minggu, 03 Oktober 2010

Warna Warni Kehidupan

Pagi itu aku terjebak dua kali di lampu merah. Tak seperti biasanya kali ini aku menikmatinya sambil bernyanyi dan memperhatikan wajah-wajah disekitarku, pagi ini sepertinya lebih padat dari biasanya. Dalam hati aku berpikir apa mungkin pertumbuhan penduduk Pekanbaru bergitu cepat dalam semalam. Ah..tak perlu dipikirkan terlalu jauh. kenyataannya sekarang aku disini, berada diantara wajah –wajah tak sabar menunggu lampu berganti warna hijau. ada yang tampak tenang ada juga yang menggerutu pelan sambil mengetuk-ngetuk batok motornya dengan jari. Mungkin saja dia lagi dikejar deadline pekerjaan yang harus siap pagi ini sementara dia terjebak di lampu merah. Sejenak mataku tertuju pada nissan extrail warna hitam di depanku. Mobil impianku. Aku masih jelas melihat pengemudinya dari balik kaca mobil. Seorang laki-laki setengah baya duduk tenang di belakang kemudi. Amboi. Alangkah nyamannya jika aku yang duduk disana, mobil yang sangat kusuka. Hm..aku tersenyum simpul. Tuhan. Tidak salahkan jika hambamu ini sedikit bermimpi.? Toh tidak ada yang tidak mungkin bagiMu. Tapi kembali aku berpikir, dengan penghasilanku berapa lama aku harus berjuang untuk mendapatkan mobil itu. Aih ..mimpi yang konyol.

Kemudian mataku beralih kepada para penjaja koran yang dengan wajah penuh semangat dan senyum lebar menawarkan koran kepada para pengendara motor dan mobil. Bajunya sedikit kumal, dan sendal jepit yang juga kumal. Kembali aku berpikir, ini baru sekelumit perbedaan nasip yang kulihat. Hanya disatu tempat yang sempit ini terlihat perbedaan yang begitu kontras, belum lagi diluar dunia sana. Ini baru hanya di perempatan lampu merah. Mungkin sesungguhnya dalam hati mereka ingin kehidupan yang lebih baik dari sekedar penjaja koran. Tapi sepertinya saat ini itulah peran yang sedang mereka perankan. Sama sepertiku, menjalankan peranku yang mungkin sedikit lebih beruntung mempunyai pekerjaan yang mungkin di anggap lebih baik oleh mereka. Meskipun hidup adalah pilihan, aku rasa mereka juga tidak pernah memilih untuk menjadi penjual koran, tapi nasip yang menempatkan mereka disitu, atau lebih tepatnya mereka tidak punya pilihan lain selain menjadi penjual koran untuk tetap bisa bertahan hidup ditengah alur kehidupan yang terus berpacu.

Tapi mungkin memang seperti inilah harusnya, apa jadinya jika semua orang berprofesi sama, siapa yang akan mewarnai lampu merah ini dengan jajaan koran di tangan. Atau siapa yang akan menjadi tukang sapu jalanan, atau siapa yang akan menjadi atasan atau bawahan. Begitu seimbang sebenarnya kehidupan ini berjalan jika semua berada pada porsinya masing-masing, dan tidak menyeberang pada porsi orang lain yang belum tentu kita bisa menjalani. Bukankah masing-masing kita sudah berada di jalurnya masing-masing untuk memberi warna pada dunia.

Dan apapun pekerjaan yang kita lakoni, bukankah yang terpenting adalah kita menjalankannya dengan baik. Apa artinya kita mempunyai pekerjaan yang baik tapi kita tidak bisa melakukannya dengan baik...hm..:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar