Pertanyaan itu tiba-tiba saja melintas di benakku. Memasuki hari keempat di bulan Ramadhan dimana seluruh umat islam melaksanakan ibadah puasa satu bulan penuh. D bulan puasa ini, tidaklah mengherankan tiba-tiba suasana jadi berubah, jalanan lengang. Sebagian kantor-kantor masih ada yang belum buka, mungkin karyawannya pada belum datang karena ketiduran setelah sahur. Memasuki hari keempat ini, suasana puasa semakin terasa. Wajah-wajah yang lesu, ada yang berkomentar mengantuk, lemes. Semangat kerja menurun drastis, hm.. sepertinya bagi sebagian orang, puasa jadi kambing hitam dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Dan di bulan puasa ini juga, sebagian dari orang-orang kehilangan kesempatan untuk mencari rejeki, warung-warung yang biasa buka di siang hari terpaksa tutup untuk menghormati orang yang sedang berpuasa. Dan secara tak langsung bagi orang yang sedang berhalangan melaksanakan puasa, orang-orang yang sedang sakit atau non muslim juga kehilangan haknya untuk menikmati makanannya dengan nyaman di depan umum. Mereka harus sembunyi-sembunyi karena dituntut untuk menghormati orang yang sedang berpuasa. Dan dipikiranku segera bertanya, kenapa dengan orang puasa.? Apakah hanya karena seseorang sedang melaksanakan puasa, orang lain yang tidak berpuasa harus kehilangan haknya? Kenapa dalam hal ini kita hanya memikirkan kenyamanan kita, tapi tidak memikirkan kenyamanan orang lain diluar kita. Kalau kita hendak berpuasa, ya puasa saja. Kenapa orang-orang disekitar kita yang mungkin berhalangan puasa, atau non muslim juga ikut puasa.? Jika selama ini yang berlaku di masyarakat umum “ hormatilah orang yang sedang berpuasa” bagaimana kalau kata itu dibalik menjadi “hormatilah orang yang tidak berpuasa”.. Setidaknya itu pikiranku saja. Bukankah kalau kita ingin dihormati orang lain, terlebih dahulu kita juga harus menghormati orang lain.
Jika kita tidak sanggup menahan godaan dalam berpuasa, kenapa harus menyalahkan hal-hal diluar kita, kenapa kita tidak menyalahkan diri kita sendiri, karena kita tidak sanggup melawan godaan itu. Ah. Begitu egoisnya kita. Hal ini mengingatkanku pada kisah seorang teman. Karena rumitnya permasalahan hidup, dan dera kemiskinan membuat dia pindah agama nasrani. Sontak saja seluruh lingkungannya mencaci dia dan menyalahkan umat nasrani yang membawanya pindah agama. Waktu itu aku tidak berkomentar, tapi dalam hati aku justru berpikir, kenapa umat nasrani itu yang disalahkan, kenapa bukan orang-orang islam disekitarnya yang harus menyesali diri karena membiarkannya melewati kemiskinan sendiri dan akhirnya dia merasa nyaman dalam pelukan agama lain, dimana dia diperhatikan dan dilindungi. Kenapa bukan orang-orang islam yang berada disekitarnya yang memberikan kenyaman itu kepadanya. Mungkin yang dia lakukan itu salah, tapi yang lebih salah adalah orang -orang disekitarnya yang tidak merangkulnya ketika imannya melemah dan mmembiarkan kesalahan itu terjadi di depan mereka. Setelah itu mereka ramai-ramai menyalahkan orang lain yang telah membuat saudaranya berganti akidah. Sama halnya dengan puasa sekarang, hanya karena kita sedang melaksanakan ibadah puasa, orang-orang diluar kita harus kehilangan haknya untuk makan dengan nyaman di depan umum. Kalau kita menghormati mereka yang tidak berpuasa, tidak tertutup kemungkinan mereka juga akan menghormati kita tanpa diminta.
Jika kita cermati firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183 “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. Tujuan akhir dari puasa itu adalah agar kita menjadi orang yang bertaqwa. Sebenarnya bukan tujuan akhir itu yang jadi patokan kita, tapi bagaimana kita melewati proses untuk mencapai taqwa itu sendiri, dan seperti yang diterangkan dalam ayat itu adalah dengan berpuasa. Puasa itu melatih kita untuk menahan diri, mengendalikan hawa nafsu. melatih kita untuk menjadi manusia-manusia kuat terhadap segala godaan. Lalu bagaimana puasa itu bisa melatih kita menjadi manusia kuat bila kita melewatinya tanpa ada godaan.
Bahkan sebagian dari kita malah menjadikan puasa itu untuk telat ke kantor, atau pulang lebih cepat. Bekerja dengan semangat yang menurun, tidak mencapai hasil seperti sebelumnya. Kita menjadikan puasa untuk tetap mendapatkan hak kita di kantor tapi mengurangi kewajiban kita. Kita menjadikan puasa untuk kita sedikit bermalas-malasan dalam mencari rejeki. Padahal kita tau mencari rejeki itu sendiri juga ibadah. Atau kita menhabiskan waktu semalam untuk tadarusan, kemudian siangnya kehilangan energi untuk mencari nafkah.
Kalau kita baca sejarah perjuangan Islam di zaman nabi Muhammad SAW, sebagian besar peperangan melawan kaum kafir justru di bulan Ramadhan, pada saat melaksanakan ibadah puasa. Tentu kita bisa bayangkan betapa beratnya berperang dalam kondisi berpuasa, di tengah kurangnya asupan makanan. Tapi justru disaat itu pula kemenangan itu diraih. Kenapa..? bisa jadi karena semangat mereka melaksanakan puasa itu mengalahkan rasa lapar, segala halangan dan rintangan dalam berpuasa justru menempa mereka jadi manusia-manusia kuat. Lalu bagaimana dengan kita.?
Kita menjadikan puasa sebagai kambing hitam untuk melarang orang-orang yang sedang berhalangan untuk berpuasa, orang yang sedang sakit atau non muslim untuk makan dengan nyaman di depan kita. Padahal itu hanya godaan kecil dalam berpuasa. Meski mungkin sebagian dari mereka punya kesadaran untuk tidak makan di depan kita, tapi sebenarnya bukan itu intinya. Kita selalu berkata hargailah orang yang sedang berpuasa. Kita tidak pernah berpikir sebaliknya, untuk menghargai orang yang tidak berpuasa. Lalu dimana letak istimewanya puasa kita, bagaimana puasa itu bisa menjadikan kita manusia-manusia kuat, manusia yang bisa menahan diri, menahan hawa nafsu. Jika semua penghalang-penghalang itu dijauhkan dari kita. Jika semua rintangan yang menyebabkan batalnya puasa itu dijauhkan agar orang-orang muslim agar bisa melaksanakan ibadah puasa dengan tenang. Lalu dimana letak istimewanya puasa itu jika tidak ada hambatan sama sekali. Bukankah semua godaan yang ada disekitar kita justru akan menambah nilai ibadah kita.
Setidaknya itu pikiranku...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar