Kamis, 29 Juli 2010
Juliku dulu dan Juliku kini
Juli 23, 2009
Berawal dari sebuah sapa, hingga turun ke gelak tawa kita. Begitu saja, jarak jadi sangat dekat, sepertinya kita pernah bertemu di suatu masa di musim lalu, satu alur, seirama, mengikuti alunan hati yang merona bahagia. Seperti malam terlupa gelapnya, aku lena berteman cahaya, dalam gelombang rasa yang kau tebar dari mula mataku terbuka hingga kejap terakhir manakala gerbang mimpi menyambut dan kulihat engkau disana.
Pagiku ada engkau, siang hariku juga engkau, malam-malamku juga engkau, seperti pelukis yang selalu mendatangi kanvas, kau poles goresan-goresan penuh makna, aura rasa yang tak kuasa kau sembunyikan. Seperti penulis menemukan kertas, kau penuhi kertas putihku dengan coretan-coretan hatimu, sepertinya engkau menemukan telaga tempatmu berkaca dan melihat dirimu di dalamnya.
Kau ajarkan aku manja, kau sisip semangat, bahkan sepenggal badai yang mendera tak surutkan kasih yang kau untai sejak semula. Kau rajut waktu membawaku masuk ke hidupmu, dan jadilah aku seperti kupu-kupu kecil yang menemukan rumah bunga, dimana aku bebas memasukinya, terbang ke semua ruang dan aku pantas berbangga karena hanya aku yang bisa memasukinya.
Hingga tiba-tiba, perlahan waktu merentang jarak di antara kita, meski kalimat bijak kau hantar semua tetap sama, tapi hati-hati kita yang terdiam telah menujam jarak di palung terdalam. Yang menghantar beku seiring embun pagi, dan mengusung senyap di malam tak berbintang..bisu dalam selaksa kata tak sudah,,semakin jauh, jauh..dan jauh..
Juli 23, 2010
Aku mengenang, aku kembali, ketika sapa pertama kali, menderaikan tawa. Yang terhenti di waktu sekarang...yang terdiam terpaku. Kemudian bangkit menyongsong hari kembali, menyemat satu kata terpatri,,tak ada yang abadi, semua akan memudar seiring waktu, meluruh bersama musim,.
Ah..andai saja bisa kupungut satu kesadaran,..dan berkata bijak pada hati, bangunlah dari keterpakuan, tapi aku hanyalah sedang tidak sadar....
Hmmm..andai saja semua waktu adalah juli....aku hanya ingin juli 2009......
Kugandeng Tangan GaibMu
Aku ingin mengikutiMu betapa pun jauh
Perjalanan yang bakal mengasyikkan
Menyeberangi laut, menjelajah awan,
menembus langit dan bintang-bintang
Kugandeng tangan gaibMu, dingin pun menjalar,
merasuk kesegenap nadiku,
mengalirkan cinta, meneteskan kasih
Dalam pelukanMu aku terlena
Gemuruh yang aku dengar, adakah suaraMu?
Gemersik daun bergeser aku memanggilMu
Gema yang berputar-putar mengurung mencekam
Aku merasa terpencil sendirian
Getaran di dalam dada turun satu-satu
Bencana demi bencana telah kulewati
Jiwa raga kupasrahkan hanya kepadaMu
Di sinikah, di bukit ini kita 'kan bertemu?
Aku hanya ingin bertanya dan butuh jawaban
untuk mengubur segala kekacauan
Di simpang jalan aku harus memilih
berhenti ataukah kulanjutkan
Gemuruh yang aku dengar, adakah suaraMu?
Gemersik daun bergeser aku memanggilMu
Gema yang berputar-putar mengurung mencekam
Aku merasa terpencil sendirian
Getaran di dalam dada turun satu-satu
Bencana demi bencana telah kulewati
Jiwa raga kupasrahkan hanya kepadaMu
Di sinikah, di bukit ini kita 'kan bertemu?
Aku hanya ingin bertanya dan butuh jawaban
untuk mengubur segala kekacauan
Di simpang jalan aku harus memilih
berhenti ataukah kulanjutkan
Kugandeng Tangan GaibMu
oleh: Ebiet G. Ade
Selasa, 27 Juli 2010
Lukisan jiwaku
Setiap orang berbeda dalam menyikapi masalah dan persoalan yang mendera, di tengah padang kehidupan yang kering kerontang bagi sang musafir yang kehausan, dikala hari-hari tercabik, tatkala angin tak lagi lembut membelai. Kecewa, sedih, bahagia silih berganti. Warna-warna yang terus berganti. Senyum yang terkikis mendung, tawa ditelan kabut langit berjelaga, dan bagiku tulisan adalah tumpahan jiwa, tinta dan pena adalah karib untukku melabuhkan rasa.
Bagiku tulisan bukan sekedar luapan kata, tapi ia adalah curahan jiwa yang tiap abjadnya adalah makna, suara hati dari tawa dan lara yang kupungut di sepanjang perjalanan hari yang meletih. Ketika yang dilhat bukan yang sebenarnya, ketika semu menggantung di kelopak mata. Ketika jujur terkubur dalam senyum lebar berselimutkan dusta. Wajah-wajah beraneka rupa yang masih bisa tertawa ketika sekelingnya tercekik dahaga.
Bila aku adalah pendebat bisu dalam pertikaian hari yang tak berakhir, disinilah teduhanku untuk berkata bijak, berlapang hujah berperisai kata. Disinilah teduhanku ketika hati tersayat bisa, disinilah teduhanku ketika airmata buncah. Dan disinilah teduhanku dalam bait-bait semangat, segala rasa kelat pahit kutumpahkan disini, berbaris kalimat dan keyakinan serta kepasrahan, tercurah disini. Lukisan jiwaku..
Senin, 26 Juli 2010
Kembara Lintasan Panjang
Perjalanan yang tak pernah kuduga
menelusuri kemarau,
melangkahi hari-hari gelap,
mengais di bumi yang panas
Pemahaman makna yang maha sulit
Menerjemahkan khayalan,
melengkapi semua kenyataan
hidup di alam semesta
Matahari menumbuhkan jaringan fikiran
Kehangatannya mesti kita hayati
Mata hati mungkin jauh lebih banyak melihat
kejujuran sering terkubur di dasar jiwa
Perjalanan yang tak pernah selesai
kecuali atas kehendakNya
Memahami inti kehidupan
Keletihan pun tak terasa
Matahari menumbuhkan jaringan fikiran
Kehangatannya mesti kita hayati
Mata hati mungkin jauh lebih banyak melihat
kejujuran sering terkubur di dasar jiwa,
sering terbenam di bawah mata
Kembara Lintasan Panjang
oleh: Ebiet G. Ade
KepadaMu Aku Pasrah
KepadaMu aku pasrahkan
seluruh jiwa dan ragaku
Hidup dan mati ada di tanganMu
Bahagia, sedih ada di jariMu
Cukup lama aku mencari,
menembus pekat dan menerjang kelam,
menyusuri langkah yang makin jauh
Adalah firmanMu pemandu jalanku
Batu gunung tetap tegap tegar
meski angin geram menerpa
Batu karang tak hendak terhempas
meski ombak menerjang terjang
Rindu keteguhan imanku
Hamparan langit biru ho ho
Kering air mata hapuslah duka
Adalah firmanMu pemandu jalanku
KepadaMu aku memohon
nyalakan semangat, bangkitkan nyali,
robohkan tantangan ombak lautan
Rahasia hidup mesti terpecahkan
KepadaMu Aku Pasrah
oleh: Ebiet G. Ade
Sabtu, 24 Juli 2010
musim gugur
Rabu, 21 Juli 2010
Senandung hujan
Hujan masih saja turun merajam semesta, titik-titiknya terus saja melubangi tanah yang kepayahan. Merinai dihelai helai malam. Gemerintiknya laksana nyayian sendu membahana menjelma airmata, dalam senandungku yang dibungkus kehampaan. Senandungku melarut dalam hujan, semakin dalam menikam angkasa kelam. Senyum hampaku tengadah, mencoba membaca kelam yang menenggelamkan bintang-bintang.
Ketika ini malam melindas ketabahan, pijak yg kukokohkan. Dalam pilar-pilar keyakinan, yang ku ingin tak luruh dalam hujan yang terus menghujam.
Wahai...layakkah tertawa gembira meski luka terus tempeli, tapi hanya itu yang bisa kulakukan, kesedihan tak jua melarut dalam hujan.. dan kesedihan yang kau luapkan semakin memaksaku tertunduk membaca kelam. Sembari menyusun kalimat-kalimat teduhan, di tengah gejolak hati yang kuasa tahankan riak kesedihan yang menghujam laksana hujan.
Sementara hujan terus saja merintik senandungkan lagu kesedihan, menalu hati yang juga tak mampu merangkai kata, hanya senandung diam di ujung kata. Maaf.,
ternyata akulah kesedihanmu.,yang menjarah bahagia di wajahmu, cintamu yang tak bersyarat, dari engkau terjaga sampai lelap sekejap menyapa. Dan aku si adik kecilmu, yang selalu tersenyum menyanding luka, dan engkaulah kakakku yang selalu merasa tak berguna, atas gerit-gerit waktu yang terus menua dan engkau tak bisa berbuat apa. Dan aku juga tak bisa berbuat apa-apa. Karena memang kita tidak bisa berbuat apa-apa dalam genggaman ketidakberdayaan, atas kemahaanNya.
Dan disela hujan yang terus merintik, kusenandungkan terima kasih untuk cinta, dan malam ini tak harus melindas kesabaran dan ketabahan kita...karena tidaklah Allah menetapkan suatu ketentuan bagi kita, melainkan itu kebaikan untuk kita...
Selasa, 20 Juli 2010
Pelangi di jendelaku
Hujan masih menyisakan gerimis kecil , Sedikit dingin yang tersisa menuntun ingatku membalik kembali, lembar demi lembar foto-foto lama.
Lebaran di musim hujan 2004 lalu yang memaksaku hanya bisa duduk dibalik jendela, melepas pandang pada gemerintik yang menyapa rerumput yang tertunduk malu, berkilau tertimpa cahaya matahari senja yang mulai menguak dibalik mendung. Kabut seolah mengalah, berlalu membawa gerimis.. Senjapun benderang menghias pelangi dibalik bukit, yang kupandangi takjub di balik jendela. Yang memaksaku berterima kasih pada hujan. Yang menyisakan titik-titik airnya yang menanti cahaya matahari jatuh, terpancarlah spektrum cahaya membias batas cakrawala. Indahnya fenomena alam terbentang. Aku segera beranjak mengambil camera untuk menjeprat jepret goresan kuas sang Raja.
hm..bukan jepretan yang bagus,
tapi setidaknya aku bisa mengabadikan lukisan langit senja
di balik jendelaku
Masihkah akan kutemui pelangi ini dibalik jendela yang sama..?
Jendela rumah yang kutinggalkan dengan luka, banyak hal kupandangi dari sana
Kepergianmu, kedatanganmu, hingga pelangi senja itu.
Dan kini hanya bisa kupandangimu dari jendela masa depanku,
yang merekam semua kenangan yang pernah kuintip dari jendela itu,
rumah masa kecilku, desaku nan elok..senyum-senyum penuh cinta,
rumah yang penuh warna, meski hanya kita kunjungi sekali setahun..
yang dulu masih jadi tempat berkumpul kita ketika lebaran tiba,
dan inilah pelangi terakhir yang kusaksikan dari jendelamu....
entah kapan lagi, bisa kujejak kembali....
Lebaran di musim hujan 2004 lalu yang memaksaku hanya bisa duduk dibalik jendela, melepas pandang pada gemerintik yang menyapa rerumput yang tertunduk malu, berkilau tertimpa cahaya matahari senja yang mulai menguak dibalik mendung. Kabut seolah mengalah, berlalu membawa gerimis.. Senjapun benderang menghias pelangi dibalik bukit, yang kupandangi takjub di balik jendela. Yang memaksaku berterima kasih pada hujan. Yang menyisakan titik-titik airnya yang menanti cahaya matahari jatuh, terpancarlah spektrum cahaya membias batas cakrawala. Indahnya fenomena alam terbentang. Aku segera beranjak mengambil camera untuk menjeprat jepret goresan kuas sang Raja.
hm..bukan jepretan yang bagus,
tapi setidaknya aku bisa mengabadikan lukisan langit senja
di balik jendelaku
Masihkah akan kutemui pelangi ini dibalik jendela yang sama..?
Jendela rumah yang kutinggalkan dengan luka, banyak hal kupandangi dari sana
Kepergianmu, kedatanganmu, hingga pelangi senja itu.
Dan kini hanya bisa kupandangimu dari jendela masa depanku,
yang merekam semua kenangan yang pernah kuintip dari jendela itu,
rumah masa kecilku, desaku nan elok..senyum-senyum penuh cinta,
rumah yang penuh warna, meski hanya kita kunjungi sekali setahun..
yang dulu masih jadi tempat berkumpul kita ketika lebaran tiba,
dan inilah pelangi terakhir yang kusaksikan dari jendelamu....
entah kapan lagi, bisa kujejak kembali....
Senin, 19 Juli 2010
Savanna mengering
Jalan setapak yang dulu ku lewati dalam hujan, masihkah rindang pohonnya dengan tetes hujan yang menyusup lembar-lembar daun,
hamparan hijau tempat ku bermain layangan sudah keringkah rumputnya, atau telah berganti petak-petak ladang palawija yang merengus diserang hama.
Pematang licin yang menjatuhkan ku dalam kubangan lumpur, memercikkan gembira buncah sudah menguningkah padinya..
Kebun kopi di belakang rumah, tempatku bermain petak umpet, masihkah tergantung ayunanku disana..atau sudah melapukkah dia..
Pohon pepaya yang dulu sering kuguncang, masihkah ada batangnya..tebu-tebu yang biasa sejukkan dahagaku masihkah merimbun atau hilang dalam semak-semak yang merimba..
Pohon jambu yang nyaris membuat tanganku patah, masihkah ada pokoknya..
Ah..
Yang tenggelam di telan masa, layaknya savanna yang mengering, kerontang. Yang tersisa hanya petak-petak kenangan di kerutan usia. Yang kurindui savanna menghijau, akankah lagi..
Minggu, 18 Juli 2010
Di pekat kaki langit
Kuhamparkan kalimat puja puji
Bait-bait rindu,
kupinang di ujung jari yang tengadah
Wahai,,penguasa alam
Aku telah ditinggalkan oleh kehidupan
Terdampar dalam keterasingan
Diantara wajah-wajah yang seharusnya tak asing
Adakah bagiku jalan untuk pulang
Ke pangkuanMu dengan Ridho lagi di ridhoiMu
tersesatkah aku dalam pekat,
menyeret hatiku mencari jalan bertemu
berteman lilin yang kunyalakan
hanya dengan memejam mataku
melukisMu dalam benakku
melabuh rindu untuk syahdu
dalam percakapan malamku
agar tak hampa sujudku..
Cinta itu selalu ada
Di kelebat malam yang terus mendaki sunyi
Kuhadir-hadirkan lembutmu
Yang bukan mungkin lagi,
Tapi pernah baluri malam-malamku
Disela mata sayu dipaksa berjaga
Agar dinginnya malam tak sampai menyentuh kulitku.
Kuhadir-hadirkan lagi bagaimana rasanya
Karena derap waktu menguras telaga di matamu
Dibalik amarah,
pelampiasan,
kekecewaan
yang jejaliku, dalam keterasingan
mematikan getar-getar jantungmu
yang kau semat dijantungku
kau tak sadar, aku pun tak sadar
waktu telah menjarah hari-hari kita
bertahun tahun lamanya
dan kini kita berseberangan
di antara jurang yang begitu dalamnya..
meski cinta itu selalu ada,,
tapi kita telah terlupa bagimana cara mewujudkannya..
aku terluka, kau juga terluka
tapi sebenarnya cinta itu ada..
dimata kita yang terbungkus kecewa
karena nyatanya kita terlalu berbeda
dan aku juga tidak tau mengapa kita berbeda
mungkin karena Allah ingin menunjukkan padamu
juga padaku..
bahwa kau tidak pernah mengajarkan aku
bagaimana mencinta indah...
Sabtu, 17 Juli 2010
Elang
Jumat, 16 Juli 2010
Renungan, Motivasi dan Inspirasi: BURUNG PIPIT
Renungan, Motivasi dan Inspirasi: BURUNG PIPIT: "Posted by Novie Sri Maulani at 10:00"
Kamis, 15 Juli 2010
Seperti Bintang
Hanya bisa kutatapimu di teras langit
dibawah temaram bulan tersipu
menyembul di ujung dahan
Semilir dingin memaksaku gigil
Menali mimpiku,
mengangkasa menggapaimu.
Tak mampu kuraih,
tanganku terhulur tak sampai
Mungkin aku hanya pemuja
Diammu adalah kelipan cahaya
Yang hanya bisa kusentuh di pendar kegelapan
Dari jarak ber mil mil jauhnya, yang tetap diam
Meski kalimat-kalimat sukma mengudara
Yang Juga dalam diam..
dalam lirih puisi kacau
sepanjang malam, bait-bait menujam
seperti bintang, kau terus diam
dibalik mega-mega, bungkam..
Minggu, 11 Juli 2010
One More Time
Artist : Richard Marx
Lirik Lagu : Richard Marx - One More Time Lyrics
Nothing I must do
Nowhere I should be
No one in my life to answer to but me
No more candlelight
No more purple skies
No one to be near, as my heart slowly dies
If I could hold you one more time
Like in the days when you were mine
I'd look at you till I was blind
So you would stay
I'd say a prayer each time you smiled
Cradle the moments like a child
I'd stop the world if only I could hold you
one more time
I've memorized your face
I know your touch by heart
Still lost in your embrace
I dream of where you are
If I could hold you one more time
Like in the days when you were mine
I'd look at you till I was blind
So you would stay
I'd say a prayer each time you smiled
Cradle the moments like a child
I'd stop the world if only I could
hold you one more time
One more time
Lirik Lagu : Richard Marx - One More Time Lyrics
Nothing I must do
Nowhere I should be
No one in my life to answer to but me
No more candlelight
No more purple skies
No one to be near, as my heart slowly dies
If I could hold you one more time
Like in the days when you were mine
I'd look at you till I was blind
So you would stay
I'd say a prayer each time you smiled
Cradle the moments like a child
I'd stop the world if only I could hold you
one more time
I've memorized your face
I know your touch by heart
Still lost in your embrace
I dream of where you are
If I could hold you one more time
Like in the days when you were mine
I'd look at you till I was blind
So you would stay
I'd say a prayer each time you smiled
Cradle the moments like a child
I'd stop the world if only I could
hold you one more time
One more time
Selasa, 06 Juli 2010
Rumah di atas daun
Aku menyebutnya begitu, rumah yang tenang dan damai, hawa kesejukan menyeruak dari tiap sudutnya. Hampir seluruh bangunannya terbuat dari kayu, juga pernak pernik di dalamnya. Ruang tamu tanpa big sofa, sengaja begitu. Hanya ada sebuah Aquarium dibawah lantai di tengah ruang tamu, dan sebuah meja kecil di atasnya sebagai tanda agar orang-orang tidak menginjaknya. Diantara ikan-ikan hias yang ada di dalamnya ada satu ikan favorit yang kuberi nama Nobita. Ikan koki bulat yang ketika aku membelinya berwarna merah dan entah kenapa sejalan hari mengubah warnanya menjadi putih, ikan yang tak banyak bergerak, hanya sesekali menampakkan dirinya dari balik karang mungil yang kuhias dipojok aquarium lantai itu. Dan di pojok ruangan ini juga duduk anggun rak pajangan dari kayu, diatasnya berjejer pernak pernik kesukaanku.
Ruang tengah juga kosong, hanya ada rak TV disitu, dan dua buah bantal besar tergeletak manis di atas karpet merah hati yang tergelar di depan TV. Sebuah lukisan kupu-kupu terpajang indah di salah satu dindingnya. Di salah satu pojoknya terdapat rak buku yang memajang semua koleksi buku kesukaanku. Mulai dari komik, karya sastra sampai beraneka resep masakan. Ruang ini terbuka dengan ruang makan dan pantry yang sengaja kugabung. Hingga aku tetap bisa berinteraksi dengan orang-orang di ruang keluarga ketika sedang asyik memasak di dapur, mencoba salah satu resep dari buku resep masakanku.
Kamarku berada di lantai atas. Kamar yang cantik dengan balkon mungil, tepat berada di atas taman samping rumah. Dari balkon ini aku biasa duduk berlama-lama memandang bintang jika malam datang. Malam yang melarutkanku dengan gemericik air terjun mungil dari pojok taman yang tampak jelas setiap lekuknya dari tempat aku berdiri. Di tengahnya sebuah kolam kecil yang menampilkan duplikat langit ketika aku menunduk.
Hm...amazing..!
Indahnya lukisan alam...Maha Karya segala Maha..
Rumah yang hijau, itu pasti. Dengan pekarangannya yang luas. Dengan bunga beraneka warna yang tertata rapi di taman halaman depan. Dan sebatang pohon mangga di sudut halaman belakang, juga ilalang yang tumbuh liar, tak harus kucabut. Karena dengannya aku ingin berbagi hidup, karena dia juga ingin hidup dan memberi warna dunia begitu juga aku. Salah satu pojok dari rumah di atas daun. Aku menyebutnya ladang ilalang. Di atas pohon mangga itu bertengger sebuah rumah pohon yang mungil. Beratapkan ilalang yang mengering dari ladang ilalangku, yang merembeskan basah ketika hujan tiba..dengan begitu ia tetap memberi manfaat meskipun daunnya telah mengering. Di pojok lain belakang rumah, ladang kecilku menghijau berisikan aneka sayuran dan pohon buah. Di tengahnya ada rumah gubuk dan sebuah kolam berisikan ikan mas dan gurami.
Hm..tiada lelahku menyusuri setiap pojok-pojok rumah di atas daun. Ada kalanya aku akan mengurung diri di rumah pohon,melanjutkan tulisanku yang tak pernah selesai. Di lain waktu, mungkin aku akan menyepi di rumah gubuk, memandang ilalang yang tumbuh semakin liar saja. Biarkan saja, dia hanya sedang tumbuh.
Sesekali mungkin aku akan mengajakmu memancing ikan bersama, atau kau yang memancing ikan sementara aku memetik sayuran. Dan berikutnya kita tinggal menyalakan api di dalam tungku rumah gubuk, dan kita lahap memakan ikan bakar sambil memandang bunga bougenville yang selalu berbunga. Salah satu pojok pavoritku di rumah di atas daun. Kebun bunga aneka warna. Dan lihatlah..mawar itu tampak menakjubkan, kuncupnya sebentar lagi merekah..dan anggrek yang bergelantungan di plafon samping rumah kita, tak kalah menariknya. Dan jejeran aglonema di atas rak kayu yang tersusun rapi di teras belakang rumah di atas daun.
Setiap pojok rumah ini, penuh makna, dengan warnanya sendiri. Setiap pagi matahari menyinarinya merata, meresapkan sinarnya pada setiap pojok rumah di atas daun. Kehangatan selalu terpancar dari setiap ruang, segar menyejukkan dari sirkulasi udara yang keluar masuk dari ventilasi yang selalu kubiarkan terbuka.
Dan ketika senja tiba, aku melenakan tubuhku di halaman belakang, selonjoran di atas pelanta di pinggir kolam ikan, memandang jingga di kaki langit ketika matahari beranjak turun bersembunyi di balik bukit. Sesekali gemeletak ikan-ikan di dalam kolam mengepak air, mengiringi matahari yang pulang. Malam pun perlahan menurunkan sayapnya seiring azan magrib berkumandang.
Begitulah rumahku, rumah di atas daun, rumah cantik dalam istana hayalku. Didalamnya aku bisa melakukan apa saja, setiap sudutnya memanjakanku dalam kesejukannya. Rumah yang selalu kudatangi ketika lelah menghampiri, dan kupulaskan diri di dalamnya.
Langganan:
Postingan (Atom)