Malam menghempasku pada sepi, pada sudut sudut hampa, tanpa suara, tanpa kata. Hening senyap di setiap detik, setiap hela nafas, laksana angin mengalun dalam semilir menggiringku dalam nelangsa pada garis garis wajahmu.Kokoh dalam tajamnya matamu menembus kisi kisi hatiku. itu kali ketiga kau duduk di hadapanku. Hanya kau dan aku. Ditemani segelas kopi yang kau hirup penuh nikmat, disela deru mobil yang melintas. Malam yang cerah penuh bintang, menemani perbincangan kita tentang sebuah perjalanan manusia, alam dan Tuhan. Kau tulis kertas putihku tentang makna hidup, tentang cita-cita dan mimpi. Seperti hukum resonansi fisika, aku terbawa ke dalam mimpimu, lewat gelombang energi yang kau pancarkan dalam butiran-butiran kalimatmu.
Waktu itu bagiku....Malam jadi terasa sangat pendek, memotong kalimat kita dengan sebuah kata “istiratlah malam ini, besok kita makan siang bersama”. Sepanjang perjalanan pulang, aku berharap jalan bertambah panjang beribu-ribu mil jauhnya. Karena dengan begitu akan semakin panjang waktuku untuk duduk disampingmu sambil memandang kelap kelip cahaya diluar jendela kaca sambil menghitung bintang. Waktu itu segalanya penuh warna bagiku, sepertinya aku baru saja membuka jendela dan menyadari betapa luasnya dunia diluar sana dan menemukan dirimu berdiri di depanku dengan wajah penuh senyum yang seolah kuakhrabi selama bertahun tahun lalu. Begitu dekat bagiku, seperti sosok yang kubangun dalam istana ciptaanku. Istana yang selalu ingin kudatangi ketika lelah dan rapuh memagut hari-hariku. Dimana disana aku menemukan sosok seorang ayah yang akan berkata “Jangan takut, ayah disini”. Atau seorang kakak yang meraih tanganku “Dik, malam akan segera datang, mari kita pulang”. Jauh di lubuk hatiku, tiba-tiba aku merasa takut. Takut pada hatiku jika menjadikanmu kedua sosok itu dan melupakanku aku bahwa engkau juga punya kehidupan yang lebih penting dibanding aku. Aku begitu takut, menjadikanmu berarti sementara mungkin bagimu aku hanya sosok asing yang sekedar singgah di sekelebat waktumu. Hanya sebutir debu yang melintas yang segera terbawa angin. Dan malam itu, perasaan hampa segera menghampiriku, ketika engkau berlalu meninggalkan sebaris kalimat “besok kita bertemu lagi”. Dan malam itu adalah awal malam-malam yang menyiksaku, engkau baru saja berlalu namun rindu sudah menyergapku. Juga gamang segera menyelimutiku. Dan hari-hari merikutnya, aku menemukan wajah lelah diwajahmu, menatapku penuh ragu. Dan aku mulai merasa, betapa sulitnya engkau memasukkan aku ke dalam hidupmu. Ada banyak hal yang harus diseimbangkan. Aku pahami itu. Dan kita tidak harus memaksakan diri untuk itu. Bertemu dan mengenalmu, adalah salah satu anugerah terindah Tuhan untukku. Dan aku patut bersyukur atas itu.
Dan hingga malam ini, aku masih saja suka kembali ke waktu itu. Waktu ketika engkau duduk di hadapanku. Meyakinkanku bahwa semua akan baik-baik saja. Dan aku berharap semua memang akan baik-baik saja. Meski kemudian semua hal terjadi diluar kuasa kita, aku tetap meyakinkan diri bahwa semua baik-baik saja. Dan aku juga akan baik-baik saja. Setidaknya kenanganku tentangmu akan tetap baik-baik saja. Tak satupun terlupa, tidak juga sepatah kata. Semua masih jelas tergambar di mataku tak satupun terlewat, lekat di ingatku seperti aku melihat bintang malam ini, hanya bedanya malam ini aku melihatnya sendiri. Malam merayap dalam bayanganmu, lambat berlalu.
Hmm,.kutuliskan ini di hening malam, bukan untuk mengatakan engkau telah menjarah jam tidurku, tapi karena sekarang bagiku, malam jadi terasa sangat panjang, yang dipenuhi bayangmu bahkan ketika kusapa pagi dalam kejap pertamaku. Juga di potongan-potongan hari yang kulalui. Selalu saja bayanganmu mengusik disetiap sudut kemana mataku menuju. Aku lelah. Itu kuakui. Tapi aku lebih lelah ketika menguras segenap kekuatanku untuk melupakanmu. Akhirnya kuputuskan, membiarkan kenangan itu tetap bersamaku.
Kita tau....Apa yang akan terjadi akan tetap terjadi, meski kita setujui atau tidak, yang sudah ditetapkan terjadi tetap akan terjadi. Begitupun dengan kita. Mungkin semua ini adalah kejadian yang sudah dipersiapkan untuk kita. Bertemu dan berpisah seolah pasangan kasih yang selalu berdampingan. Bertemu hanya jalan menuju perpisahan, tak ada yang kekal. Cepat atau lambat sang waktu berkacak sombong, merebut hari hari-hari kita dengan cara-cara yang kadang tidak kita suka. Tapi begitulah ketetapannya. Begitupun hati, setiap saat bisa berubah, meski tidak bagiku. tetaplah kenangan itu terpatri dalam detik-detik waktu yang kulalui. Dan aku yakin, disana kau juga tidak lupa, aku pernah melintas dalam hari-harimu dengan sedikit kekacauan yang mungkin akan membuatmu tertawa sendiri ketika mengenangnya. Menertawakanku atau menertawakan dirimu sendiri tidaklah penting. Karena terkadang, ketika kita menertawakan orang lain, pada saat yang sama kita juga sedang menertawakan diri kita sendiri.
Dan..pada malam yang terus beranjak senyap, kutitipkan pada bintang. Aku masih disini, mengenangmu, membawa semangatmu bersamaku dan semua tulisan yang kau tulis di atas kertas putihku di hari-hari lalu. Pelajaran yang sangat berharga dalam hidupku. dan berharap malam ini kau juga sedang melihat bintang..dan melihat disini aku tersenyum mengingatmu..dan berharap di suatu masa, di suatu ketika kita akan kembali seperti semula, sebagaimana awal terciptanya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar