Jumat, 31 Desember 2010
Catatan Akhir Tahun
Melewati jalan Jend. Sudirman hari ini , Gempita tahun baru mulai menyambut. Di kiri kanan jalan terompet dan pernak-pernik tahun baru mulai berjejer. Tak ketinggalan pedagang jagung bakar mulai menata meja, tak seperti hari-hari biasanya, hari ini areanya meluas sampai ke depan SOHO. Sudah dapat dibayangkan, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, jalan utama Pekanbaru ini akan macet total, hingar bingar terompet memecah malam pergantian tahun, sebagian besar warga kota yang tidak merayakan tahun baru ke luar kota Pekanbaru akan keluar ke jalanan, merayap memadati sepanjang jalan Sudirman menuju purna MTQ dimana puncak acara pergantian tahun digelar. Pesta kembang api yang memecah angkasa, menandai datangnya tahun baru 2011 diiring sorak sorai dan pekikan riuh rendah. Gegap gempita. Tumpah ruah dalam kegembiraan. Entah gembira untuk apa,.
Tak hirau dengan jumawanya hari ini, menanti detik-detik pergantian tahun. Aku melintasi jalan Sudirman dengan sedikit gamang. Meski sebelum-sebelumnya aku sangat menikmati jika melintas di jalan ini, ada banyak nyanyian kuselesaikan ketika melewati jalan ini, ada banyak cerita tersimpan dan mengapung kembali tatkala kulewati kembali setiap inchi yang kulewati. Di jalanan ini juga aku terdiam memaknai pertemuan kita yang sekejab dan kelebat waktu yang singgah menyempatkan kita melewati jalan ini bersama sekaligus menggiring perpisahan kita tatkala ku antar engkau ke bandara. Sering kuhabiskan waktu berlama-lama melewati jalan ini, menikmati setiap sudutnya, pohon-pohonnya dan langit yang menaunginya. Tapi kali ini entah mengapa, jalan ini terasa lebih panjang dari sebelumnya. Apakah karena aku kehilangan ingat untuk menikmatinya, aku rasa bukan. Tapi lebih kepada ketakutan bahwa jalanan ini akan melemparkan tubuhku yang sempoyongan dimana aku tidak bisa lagi melintasinya dan menyanyikan lagu-lagu kesukaanku ketika sedang melintasinya. Itulah sebabnya kenapa aku gamang.
Di tengah kesibukan orang-orang yang melintas aku memacu motorku dengan pelan, mengimbangi kepala yang terus berdenyut, mata yang mulai panas. Memaksakan diri, sebenarnya bukan. Terpaksa atau tidak aku hanya ditempatkan pada keadaan ini dimana aku harus menempuh jarak sejauh ini sendiri dalam kondisi yang memang tak layak untuk keluar kantor untuk sebuah urusan yang harus kutunaikan hari ini, inilah satu-satunya pilihan. Tanggung-jawab mungkin begitu. Tapi terkadang tanggung jawab itu datang pada waktu yang tidak tepat. Saat kondisi sakit seperti ini, aku tidak bisa menghindar dari sebuah tanggung jawab untuk menyiapkan laporan akhir tahun, tugas-tugas yang tak bisa kuwakilkan. Atau barangkali sakit ini yang tidak tau diri, datang pada waktu yang tidak tepat. Atau barangkali akulah yang salah. Bukankah si sakit ini datang kepadaku untuk memberi pengkabaran, bahwa tubuh yang kugunakan ini sering aku lalaikan.
Dan jika aku mau sedikit bijak, sebenarnya si sakit ini tidak datang dengan tiba-tiba, tapi jauh sebelumnya ia telah memberi sinyal kepadaku untuk menjagai istirahatku. Tubuh yang lemas, flu yang mulai mendera tetap kuabaikan. Tetap kujalani hari yang padat, tanpa kompromi. Bahkan meski beberapa hari sebelumnya aku terpaksa istirahat di rumah, tetap tidak kumanjakan ia dengan tidur secukupnya. Tetap kubiarkan pikiranku tersita oleh pekerjaan, telepon genggam yang terus berdering, yang terkadang baru saja mataku mulai beranjak untuk terkatup. Si telepon genggam itu kembali berdering mengabarkan urusan-urusan yang memang seharusnya aku yang menyelesaikan. Dan ketika kalender yang menandai hari semakin berkurang, memaksaku bangkit untuk sesuatu yang dibilang orang tanggung jawab. Hari ini, akhir tahun. semua harus kutuntaskan. Suka maupun tidak suka. Inilah konsekuensi sebuah pekerjaan. Dan ketika akhirnya ia ambruk masih saja aku menyempatkan diri untuk menyelesaikan segala sesuatu hal yang memang harus kuselesaikan. Bahkan disaat semuanya terselesaikan tetap saja kusempatkan untuk menulis catatan sepele ini, di tengah hingar mercun yang mulai diledakkan, dan riuh rendah suara kemacetan di kejauhan, sebentar lagi sorak sorai pesta kembang api segera berkumandang, keriuhan perayaan pergantian tahun yang memang tidak pernah kusuka. Aku lebih memilih disini, memainkan jemari yang mulai melemah, mata yang mulai tak jelas melihat, dan tubuh yang kupaksa berjaga menahan kepala yang mulai berat untuk menyelesaikan tulisan remeh temeh ini, untuk sekedar melengkapi catatan akhir tahun, yang mungkin suatu hari kelak akan kuulang ulang membacanya. Perjuangan akhir tahun.
Pku, 31/12/10
Kamis, 16 Desember 2010
Yang terluka
ada butiran mengalir
ketika kueja namamu dalam doaku
Seingatku cukup lama kita berdiam
Aku tak sadar, kau pun tak sadar
Betapa waktu telah menjarah
derai tawa kita, berbungkus kehangatan
dalam kicauan burung hinggapi reranting
Di belakang rumah kita, disela kabut gunung
Yang perlahan turun hinggap di daun
Tak pernah kulupa
Di punggungmu aku bergayut,
Melalui jalan setapak yang licin
Yang setiap hari kita lewati
Menuju pancuran yang bergemerincing bening
Di celah bukit, dikala matahari turun
Mengintip dibalik celah-celah rindang pepohonan
Dan gigi kita gemeretak menahan dingin
Sebentar lagi senja akan memasuki sunyi
Denganmu aku berlari
menangkap kupu-kupu
Yang selalu saja
Ramai mendatangi kebun bunga
Di depan rumah kita
Seingatku, begitu ceria wajahmu
Meski sering kucuri jatah bermainmu
Dengan segala keegoanku
Tak ada keluhmu, meski terikat di pohon jambu
Semua karena kenakalanku
Masih jelas kuingat garis senyum
Melingkar di wajahmu, dan mata yang berbinar itu
Tapi kini, wajahmu murung tak berbinar
Bola matamu dingin, diam tak terbaca
Tanpa semangat, mengubur harapan
Mulutmu terkunci, diam seribu bahasa
layu tubuhmu menyimpan gumam
entah apa gerangan
Wahai, katakanlah kepadaku, aku masih adikmu
seperti apakah luka yang memerih di jantungmu
Bukan karena cinta tentunya
Mungkin karena putus asa
Kehilangan percaya diri, kehilangan pegangan
Aduhai dengarkanlah kata-kataku, karena aku adikmu
cobalah engkau raih, dari lubuk jiwa paling dalam
Iman....
----------**********------------
Untukmu Abang
Teriring doa dan larik hatiku yang memerih
Selamat Ulang Tahun
Semoga Rahmat Allah selalu menyertaimu
Menyusupkan cintaNya ke dalam dadamu..
di setiap helaan nafasmu
Pku, 16/12/10
Selasa, 14 Desember 2010
HIDUP
Kehidupan merupakan sebuah pulau di lautan kesepian, dan bagi pulau itu bukti karang yang timbul merupakan harapan, pohon merupakan impian, bunga merupakan keheningan perasaan, dan sungai merupakan damba kehausan.
Hidupmu, wahai saudara-saudaraku, laksana pulau yang terpisah dari pulau dan daerah lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu menuju wilayah lain, entah berapa banyak armada yang berlabuh di pesisirmu, namun engkau tetap pulau yang sunyi, menderita kerana pedihnya sepi dan dambaan terhadap kebahagiaan. Engkau tak dikenal oleh sesama insan, lagi pula terpencil dari keakraban dan perhatian.
Saudaraku, kulihat engkau duduk di atas bukit emas serta menikmati kekayaanmu -bangga akan hartamu, dan yakin bahawa setiap genggam emas yang kau kumpulkan merupakan mata rantai yang menghubungkan hasrat dan fikiran orang lain dengan dirimu.
Di mata hatiku engkau kelihatan bagaikan panglima besar yang memimpin bala tentara, hendak menggempur benteng musuh. Tapi setelah kuamati lagi, yang nampak hanya hati hampa belaka, yang tertempel di balik longgok emasmu, bagaikan seekor burung kehausan dalam sangkar emas dengan wadah air yang kosong.
Kulihat engkau, saudaraku, duduk di atas singgahsana agung; di sekelilingmu berdiri rakyatmu yang memuji-muji keagunganmu, menyanyikan lagu penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan, memuji kebijaksanaanmu, memandangmu seakan-akan nabi yang mulia, bahkan jiwa mereka melambung kesukaan sampai ke langit-langit angkasa.
Dan ketika engkau memandang kelilingmu, terlukislah pada wajahmu kebahagiaan, kekuasaan, dan kejayaan, seakan-akan engkau adalah nyawa bagi raga mereka.
Tapi bila kupandang lagi, kelihatan engkau seorang diri dalam kesepian, berdiri di samping singgahsanamu, menadahkan tangan ke segala arah, seakan-akan memohon belas kasihan dan pertolongan dari roh-roh yang tak nampak -mengemis perlindungan, kerana tersisih dari persahabatan dan kehangatan persaudaraan.
Hidupmu, wahai saudaraku, merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah dari wilayah penempatan orang lain, bagaikan ruang tengah rumah yang tertutup dari pandangan mata tetangga. Seandainya rumahmu tersalut oleh kegelapan, sinar lampu tetanggamu tak dapat masuk meneranginya. Jika kosong dari persediaan kemarau, isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika rumahmu berdiri di atas gurun, engkau tak dapat memindahkannya ke halaman orang lain, yang telah diolah dan ditanami oleh tangan orang lain. Jika rumahmu berdiri di atas puncak gunung, engkau tak dapat memindahkannya atas lembah, kerana lerengnya tak dapat ditempuh oleh kaki manusia.
Kehidupanmu, saudaraku, dibaluti oleh kesunyian, dan jika bukan kerana kesepian dan kesunyian itu, engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku. Jika bukan kerana kesepian dan kesunyian itu, aku akan percaya kiranya aku memandang wajahmu, itulah wajahku sendiri yang sedang memandang cermin.
(Dari ‘Suara Sang Guru’)
Khalil Gibran
Sabtu, 11 Desember 2010
Kisah Kupu-kupu
Suatu hari muncul celah kecil pada kepompong, seorang pria duduk dan memperhatikan calon kupu-kupu tersebut berjuang keras selama berjam-jam untuk mendorong tubuhnya keluar dari lubang kecil tersebut.
Kemudian, tampaknya usaha itu sia-sia, berhenti dan tidak ada perkembangan yang berarti. Seolah-olah usaha tersebut sudah mencapai satu titik, dimana tidak bisa berkelanjutan.
Maka pria itu memutuskan untuk membantu kupu-kupu itu. Dia mengambil gunting dan membuka kepompong itu. Kemudian kupu-kupu itu keluar dengan sangat mudahnya.
Tetapi apa yang terjadi.? Kupu-kupu itu memiliki tubuh yang tidak sempurna. Tubuhnya kecil dan sayapnya tidak berkembang.
Pria itu tetap memperhatikan dan berharap tidak lama lagi sayap itu akan terbuka, membesar dan berkembang menjadi kuat untuk dapat mendukung tubuh kupu-kupu tersebut.
Semua yag diharapkan pria itu tidak terjadi. Kenyataannya kupu-kupu tersebut menghabiskan seluruh hidupnya merayap dengan tubuhnya yang lemah dan sayap yang terlipat. Kupu-kupu tersebut tidak pernah bisa terbang.
Apa yang telah pria itu lakukan dengan segala kebaikan dan niat baiknya. Dia tidak pernah mengerti bahwa perjuangan untuk mengeluarkan badan kupu-kupu dari kepompong dengan cara mengeluarkan seluruh cairan dari badannya adalah suatu proses yang dibutuhkan, sehingga sayapnya bisa berkembang dan siap untuk terbang begitu keluar dari kepompong tersebut sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh TUHAN
Seringkali perjuangan adalah suatu yang kita perlukan dalam hidup ini. Jika TUHAN memperbolehkan kita menjalani hidup ini tanpa cobaan, hal ini akan membuat kita lemah. tidak akan sekuat seperti yang seharusnya kita mampu, dan tidak akan pernah bisa terbang seperti kupu-kupu.
Kita memohon kekuatan...
Dan Allah memberi kita cobaan dan ujian untuk membuat kita kuat dan tegar..
Kita memohon kebijaksanaan. ..
Dan Allah memberi kita berbagai persoalan hidup untuk diselesaikan agar kita bertambah bijaksana dan matang.
Kita memohon kemakmuran.. .
Dan Allah memberi kita akal dan tenaga untuk dipergunakan sepenuhnya bagi mencapai kemakmuran.
Saya memohon Keteguhan hati …
Dan Tuhan memberi saya Bahaya untuk diatasi.
Kita memohon cinta...
Dan Allah memberi kita orang-orang bermasalah untuk
diselamatkan dan dicintai.
Kita memohon kemurahan rezeki dan kebaikan hati...
Dan Allah memberi kita kesempatan-kesempatan yang silih berganti.
Begitulah cara Allah membimbing Kita...
“kita tidak menerima apa yang kita inginkan, tapi kita menerima apa yang kita butuhkan..”
………… Kadang Tuhan tidak memberikan yang kita minta, tapi dengan pasti Tuhan memberikan yang terbaik untuk kita, kebanyakan kita tidak mengerti, bahkan tidak mau menerima rencana Tuhan, padahal itulah yang terbaik untuk kita. Tuhan Mengetahui, sedang kita tidak..Berserahlah senantiasa.
Hidup seekor kupu-kupu ini memberikan pelajaran bagi kita.
Hidup menjadi lebih baik membutuhkan perjuangan, pengorbanan, kesabaran, dan semangat.
___________________________******************************____________________________
Kamis, 09 Desember 2010
Kado Ulang Tahun Untukmu
Hanya semilir angin, menandai waktu
Mendulang wajahmu di bilangan bintang
Merangkai selaksa puisi yg serupa gumaman
Tak jua tersusun dalam tulisan
Layaknya puisi terindah
Dalam kado berpita biru
Yang kuingin kupersempahkan
Dikejap hari, menjemput fajar 10 desember
Selaksa kata bermain di gulana
Tak jua tersusun indah
Hanya larik-larik hatiku, menali angkasa
Mengusung doa-doa menguak pintu langit
Mengeja namamu berulang kali
Bersandingkan rinduku
Menjelmakan wajahmu
Selamat Ulang tahun kakakku
Mg pnjng umur n sht sll
Serta sll dlm lindungan Allah Swt
Mg hri penuh berkah u mu
Di bilangan hari yg trs berlari
Meninggalkn qt di percakapan hari yg kian batu
Pku, 10/12/10
Senin, 06 Desember 2010
Renungan : Selamat Tahun Baru Hijriah 1 Muharam 1432 H
Tahun baru hijriyah mengingatkan kita kpd kejadian spektakuler yg pernah terjadi dlm sejarah Islam, yaitu peristiwa “hijrah”. Hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri ke negeri lain, dari satu kawasan ke kawasan lain, atau perubahan lokasi dari titik tertentu ke titik yg lain. Secara historis, hijrah adalah peristiwa keberangkatan nabi besar Muhammad SAW dan para sahabatnya dari kota Makkah menuju kota Yathrib, yg kemudian disebut al-Madinah al-Munawwarah.
Hijrah di zaman sekarang mengandung makna lebih dalam yaitu semangat perjuangan tanpa putus asa dan rasa opimisme yg tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal2 yg buruk kpd yg baik, dan hijrah dari hal2 yg baik ke yg lebih baik. Perpindahan dari hal-hal kekufuran kepada hal-hal yang diridhoi Allah SWT.
Dan memasuki tahun baru ini, Sudahkah ku jauhkankah ku dari segala kekufuran? Sudah hijrahkah aku?
Sedangkan aku masih sering melayang dalam sholatku, mhadir2knMu dalam khusyu’ku,
Dan sedekahku, ah...aku malu,,,juga masih kuhitung rejeki ku, padahal kan rejekiku itu sudah Allah tetapkan untuk ku…
Membaca Al Qur’an? masih lebih banyak aku membaca majalah atau membaca buku.
Puasa sunnahku hanya terhenti di ujung cawan.
Qiyammul Lail ku? masih belum kudapatkan kekusyu’an itu…
Dan ukhuwahku, masih kuselipkan sebuah kepentingan disana..
Dan baktiku, masih belum dapat kusenangi hati kedua orang tuaku, dengan segala keterbatasan yang kuhadirkan sebagai alasan.
Ya Allah kau ciptakan Manusia termasuk aku, dengan penuh kemuliaan, tetapi setelah ku tercipta, ku jalani hidupku dengan kelalaian.
Ya Allah aku memang tidak semulia pada saat engkau ciptakan aku, tetapi apakah aku dapat terus berusaha untuk mendapatkan kemuliaan itu kembali dihadapanmu nanti di akhir hidupku?
Ya Allah berilah aku kesempatan untuk memperbaiki diriku ini dan lebih dapat mendekatkan diriku padaMU
Dalam lisanku sering ku ucapkan bahwa KAUlah satu-satunya Sesembahanku, tetapi dalam keseharianku KAU sering ku tinggalkan demi sesembahan yang lain, dunia.. Astaghfirullah..
Ya Allah, jangan kau marah pada ku, jangan palingkan wajahMu dariku sedetik pun, jadikanlah aku diantara penerima anugerah dan karuniaMu, krn Engkaulah sang pemberi ijabah. ku tak tau apa yang harus kuperbuat bila kudapatkan marah MU dan tak kupunya lagi hidayah MU.................
Sabtu, 04 Desember 2010
FIKIRAN DAN SAMADI
Hidup menjemput dan melantunkan kita dari satu tempat ke tempat yang lain; Nasib memindahkan kita dari satu tahap ke tahap yang lain. Dan kita yang diburu oleh keduanya, hanya mendengar suara yang mengerikan, dan hanya melihat susuk yang menghalangi dan merintangi jalan kita.
Keindahan menghadirkan dirinya dengan duduk di atas singgahsana keagungan; tapi kami mendekatinya atas dorongan Nafsu ; merenggut mahkota kesuciannya, dan mengotori busananya dengan tindak laku durhaka.
Cinta lalu di depan kita, berjubahkan kelembutan ; tapi kita lari ketakutan, atau bersembunyi dalam kegelapan, atau ada pula yang malahan mengikutinya, untuk berbuat kejahatan atas namanya.
Meskipun orang yang paling bijaksana terbongkok kerana memikul beban Cinta, tapi sebenarnya beban itu seiringan bayu pawana Lebanon yang berpuput riang.
Kebebasan mengundang kita pada mejanya agar kita menikmati makanan lazat dan anggurnya ; tapi bila kita telah duduk menghadapinya, kita pun makan dengan lahap dan rakus.
Tangan Alam menyambut hangat kedatangan kita, dan menawarkan pula agar kita menikmati keindahannya ; tapi kita takut akan keheningannya, lalu bergegas lari ke kota yang ramai, berhimpit-himpitan seperti kawanan kambing yang lari ketakutan dari serigala garang.
Kebenaran memanggil-manggil kita di antara tawa anak-anak atau ciuman kekasih, tapi kita menutup pintu keramahan baginya, dan menghadapinya bagaikan musuh.
Hati manusia menyeru pertolongan ; jiwa manusia memohon pembebasan ; tapi kita tidak mendengar teriak mereka, kerana kita tidak membuka telinga dan berniat memahaminya. Namun orang yang mendengar dan memahaminya kita sebut gila lalu kita tinggalkan.
Malampun berlalu, hidup kita lelah dan kurang waspada, sedang hari pun memberi salam dan merangkul kita. Tapi di siang dan malam hari, kita sentiasa ketakutan.
Kita amat terikat pada bumi, sedangkan gerbang Tuhan terbuka lebar. Kita memijak-mijak roti Kehidupan, sedangkan kelaparan memamah hati kita. Sungguh betapa budiman Sang Hidup terhadap Manusia, namun betapa jauh Manusia meninggalkan Sang Hidup.
*Khalil Gibran*
Rabu, 01 Desember 2010
Tentang seorang Ayah
"Suatu ketika, ada seorang anak perempuan yang bertanya kepada ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbongkok-bongkok, disertai suara batuk-batuknya.
Anak perempuan itu bertanya pada ayahnya : "Ayah, mengapa wajah ayah kian berkerut-merut dengan badan ayah yang kian hari kian membongkok ?" Demikian pertanyaannya, ketika ayahnya sedang berehat di beranda.
Si ayah menjawab : "Sebab aku lelaki."
Anak perempuan itu berkata sendirian : "Aku tidak mengerti"...
Dengan kerut-kening kerana jawapan ayahnya membuatnya termenung rasa kebingungan.
Ayah hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anaknya itu, terus menepuk-nepuk bahunya, kemudian si ayah mengatakan : "Anakku, kamu memang belum mengerti tentang lelaki." Demikian bisik Si ayah, yang membuat anaknya itu bertambah kebingungan.
Kerana perasaan ingin tahu, kemudian si anak itu mendapatkan ibunya lalu bertanya kepada ibunya : "Ibu, mengapa wajah Ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian membongkok? Dan sepertinya ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit ?"
Ibunya menjawab : "Anakku, jika seorang lelaki yang benar-benar bertanggungjawab terhadap keluarga itu memang akan demikian."Hanya itu jawapan si ibu. Si anak itupun kemudian membesar dan menjadi dewasa, tetapi dia tetap juga masih tercari-cari jawapan, mengapa wajah ayahnya yang tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi membongkok?
Hingga pada suatu malam, dia bermimpi. Di dalam impian itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimah sebagai jawapan rasa kebingungannya selama ini.
"Saat Ku-ciptakan lelaki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan berusaha untuk menahan setiap hujungnya, agar keluarganya merasa aman, teduh dan terlindung."
"Ku ciptakan bahunya yang kuat dan berotot untuk membanting-tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. "
"Ku berikan kemahuan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari titisan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapat cercaan dari anak-anaknya" .
"Ku berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya berbasah kuyup kedinginan dan kesejukan kerana tersiram hujan dan dihembus angin, dia relakan tenaga perkasanya dicurahkan demi keluarganya, dan yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya. "
"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta kesungguhan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya" .
"Ku berikan perasaan cekal dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam suasana dan situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya, melukai hatinya.
Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesama saudara."
"Ku berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesedaran terhadap anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang, walaupun seringkali ditentang bahkan dikotak-katikkan oleh anak-anaknya. "
"Ku berikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyedarkan, bahawa isteri yang baik adalah isteri yang setia terhadap suaminya, isteri yang baik adalah isteri yang senantiasa menemani, dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka mahupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu
akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada isteri, agar tetap berdiri, bertahan, sepadan dan saling melengkapi serta saling menyayangi."
"Ku berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti, bahawa lelaki itu senantiasa berusaha sekuat daya fikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya dapat hidup didalam keluarga bahagia dan badannya yang terbongkok agar dapat membuktikan, bahawa sebagai lelaki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, kesungguhannya demi kelanjutan hidup keluarganya."
"Ku berikan kepada lelaki tanggungjawab penuh sebagai pemimpin keluarga, sebagai tiang penyangga ( seri / penyokong ), agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh lelaki, walaupun sebenarnya tanggungjawab ini adalah amanah di dunia dan akhirat."
Terkejut si anak dari tidurnya dan segera dia berlari, berlutut dan berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik ayahnya yang sedang berdoa, ketika ayahnya berdiri si anak itu menggenggam dan mencium telapak tangan ayahnya.
"Aku mendengar dan merasakan bebanmu, ayah."
By. Kisah-kisah
Langganan:
Postingan (Atom)